Sabtu, 9 Desember 2023, Tiga dosen STPI, Setyoadi Purwanto,S.Pd.,M.Pd.I. (Ketua), Dr. Umi Faizah,S.Ag.,M.Pd. (Wakil Ketua 1), dan Dra. Hj. Shomiyatun,S.Ag.,M.Pd. (LPMI) hadiri acara bedah buku karya Sudirman Said berjudul ‘Bergerak dengan Kewajaran’.
Buku antologi kedua karya Sudirman Said berjudul ‘Bergerak dengan Kewajaran’ dibedah oleh 4 guru besar di Ballroom Hotel Santika Yogyakarta. Keempat guru besar itu adalah Prof. Armaidy Armawi (Guru Besar Prodi Ketahanan Nasional UGM), Prof. Mifedwil Jandra (Guru Besar Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa), Prof. Nurfina Aznam Guru Besar Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta), dan Prof. Djoko Pekik Irianto (Guru Besar Fakultas Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta). Selain dibedah oleh 4 guru besar, peserta juga berkesempatan untuk berdialog dan tanya jawab terkait dengan buku ‘Bergerak dengan Kewajaran’.
Buku antologi kedua Sudriman Said ini berisi perjalanannya terhadap kehidupan politik sepanjamg karirnya. Pengalamannya sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi salah satu pengalaman terdalam baginya. “Peran kaum terpelajar, guru besar, dan universitas menjadi garda terdepan dan pemegang rambu etika kewajaran dalam bernegara,” tutur Sudirman.
Pada sesi pembahasan Prof. Armaidy menyampaikan keprihatinan, jika dulu pemerintah Hindia Belanda fear dengan kata ‘Indonesia’, namun kini justru kita kaum bumi putera yang fear dengan kata ‘Indonesia’. Kecemasan Belanda dengan kata ‘Indonesia’ karena kesadaran bahwa kata tersebut menuntut entitas yang merdeka dan bersatunya keragaman perbedaan, sementara saat ini kita justru mengedepankan nilai kebhinnekaan tanpa tunggal ika. Pada sesi kedua Prof. Jandra menyatakan banyaknya ketidakwajaran dalam berbagai aspek kehidupan bangsa saat ini karena hilangnya ‘keberkahan’ yang menumbuhkan sikap-sikap keserakahan tak terbendung. Prof. Nurfina menyampaikan keprihatinannya yang mendalam dengan mengutip pendapat Sudirman Said, Indonesia indah dalam konstitusi tapi miris dalam implementasi. Pilihlah pemimpin yang tidak ‘Post Power Sindroma’. Sementara Prof. Djoko Pekik menyampaikan, buku ini menekankan bahwa etika seharusnya diutamakan dalam hal kepemimpinan. “Kita sepakat Pak Dirman ingin membawa sebuah pemikiran yang brilian, untuk bagaimana kita menjadikan kondisi kita menjadi lebih baik daripada masa lalu.”
Buku setebal 409 halaman ini berisi bunga rampai kumpulan tulisan yang merefleksikan beragam perhatian Sudirman terhadap kehidupan publik sepanjang tahun 2016 hingga 2022. Buku kedua ini merupakan refleksi dari keprihatinan Sudirman Said atas kondisi bangsa, tetapi juga berisi pemikiran, gagasan, dan harapan untuk kehidupan publik yang lebih baik. Cara pandang yang mengedepankan etika dan moralitas harus menjadi prinsip setiap pemimpin,” kata Sudirman Said. Dia menilai, para pemimpin di level paling tinggi, seyogyanya menjunjung tinggi norma kepatutan. Pasalnya, para pemimpin memiliki kekuasaan untuk membolak-balikan hukum, bahkan hingga Undang-undang dan Konstitusi. Selain itu, katanya, saatnya para kaum terpelajar menjadi garda terdepan dalam menjaga rambu lalu lintas bernegara. (AKi.12.2023)